Perpaduan antara Taman Jepang dan
Taman Islam
Sebagai Solusi Alternatif
Pemenuhan Kebutuhan RTH dalam Tata Kota
di Indonesia
Oleh
: Eni Solekah
PENDAHULUAN
Panas,
pengap, banyak debu yang beterbangan kondisi seperti ini lah yang saat ini kita
temukan di Indonesia khususnya daerah perkotaan. Ruang terbuka hijau yang
terdapat di perkotaan ternyata belum dapat memberikan manfaatnya, menurut saya
hal ini dikarenakan volume RTH sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah
kendaraan dan ruang pemukiman serta gedung – gedung. Sehingga, polusi masih
saja menjadi masalah di Indonesia. padahal Inmendagri sudah mengatur tentang
luas RTH yaitu 40% dari luas kota. Namun, menurut data yang saya dapat rata –
rata baru 10% uas RTH disetiap kota di Indonesia. Kota-kota di Indonesia yang
berpeluang menambah luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) hingga 30% dari luas wilayah
kotanya adalah Bogor 19,32%, Surakarta 16%, Jakarta 9,8%, Surabaya 9%,
Bandung 8,8%,, Medan, 8%, Palembang 5%, Malang 4%, Jambi 4%, Makassar 3%
(Yanuar, 2011). Hal ini karena banyaknya pengalih fungsian lahan. Seperti
contoh yang terjadi pada provinsi Jawa Barat yang terlihat pada table berikut
ini :
RTH atau ruang terbuka hijau pada
dasarnya mempunyai peran untuk menurunkan kadar polusi udara kota, menyapu debu
permukaan kota, dan meredam kebisingan kota, sehingga dapat memberikan manfaat
berupa menurunkan suhu udara kota, meningkatkan kualitas udara kota, dan
menyegarkan udara kota. Bentuk dari RTH sendiri dapat berupa hutan kota, taman
kota, jalur hijau kota, serta kebun dan pekarangan.
Dalam konteks pemanfaatan maka pengertian RTH kota mempunyai
lingkup yang lebih luas dari sekedar hijau tanaman, sehingga mencakup pula
pengertian dalam bentuk pemanfaatan ruang terbuka bagi kegiatan masyarakat.
Oleh karena itu, RTH kota juga bisa berupa ruang terbuka kawasan pantai,
dataran banjir sungai, ruang terbuka pengaman jalan tol, dan ruang terbuka
pengaman kawsan bahaya kecelakaan di ujung landasan bandara (Hakim dan Utomo,
2004).
Berdasarkan
uraiaan diatas tentang sedikitnya RTH yang tersedia saat ini dan pentingnya
peran RTH dalam tatanan kota penulis (saya) akan menguraikan tentang satu
bentuk taman yaitu perpaduan antara taman Jepang dan taman bercorak islam sebagai
solusi alternatif pemenuhan kebutuhan RTH dalam tatanan kota.
Taman Jepang
Karakteristik Taman Jepang
Taman Jepang pada dasarnya taman yang dibangun dengan gaya
tradisional Jepang. Prinsip dasar taman Jepang adalah miniaturisasi (membuat
versi mini) dari lansekap atau pemandangan alam sepanjang empat musim di
Jepang. Elemen dasar seperti batu-batu dan kolam dipakai untuk melambangkan
lansekap alam yang berukuran besar.
Taman yang berukuran besar biasanya dilengkapi dengan
bangunan kecil seperti rumah teh, gazebo, dan bangunan pemujaan (kuil).
Kadang-kadang diantara gedung dan taman kadang-kadang dibangun ruang transisi
berupa beranda sebagai tempat orang duduk-duduk. Dari beranda, pengunjung dapat
menikmati keindahan taman dari kejauhan. Tidak semua taman Jepang dirancang
untuk dimasuki atau diinjak orang. Sejumlah taman dimaksudkan untuk dipandang
dari kejauhan seperti dari dalam gedung atau beranda. Di taman yang dibangun
untuk dipandang dari jauh, orang dapat melihat sekaligus semua elemen didalam
taman.
ELEMEN DASAR
Elemen
dasar dalam taman Jepang adalah air, batu, dan tanaman.
AIR
: Selain sebagai sumber kehidupan, juga digunakan untuk menyucikan benda dari
dunia profan sebelum memasuki kawasan sakral. Air dialirkan dari sungai untuk
membuat kolam dan air terjun.
TANAMAN
: Pohon, perdu, bambu, rumpun bambu, lumut, dan rumput adalah benda hidup yang
tumbuh seiring dengan musim sebelum menjadi tua dan mati. Berbeda dengan taman
gaya Eropa yang dihiasi warna-warni bunga dan perdu, taman Jepang, hanya berupa
hamparan pasir seperti di Kuil Zen. Taman-taman dirumah teh hanya menggunakan
tanaman berdaun hijau dan pohon maple yang daunnya menjadi merah di musim
gugur.
Sedangkan perbedaan antara lereng gunung, padang rumput, dan
lembah dilambangkan dengan pemakaian berbagai macam spesies pohon dan perdu
yang dipotong dan dipangkas hingga menyerupai berbagai bentuk. Pohon dan perdu
juga dipakai sebagai penghubung antardua lokasi pemandangan di dalam taman.
Bukit-bukit buatan dibangun dari gundukan tanah.
BATU
: Melambangkan keabadian. Batu-batu disusun untuk menyerupai bentuk-bentuk alam
seperti pegunungan, air terjun, dan pemandangan laut, dan dipilih berdasarkan
bentuk, ukuran, warna, dan tekstur. Batu adalah elemen terpenting dalam taman
karena dapat dipakai untuk melambangkan pegunungan, garis pantai, dan air
terjun. Batu-batu berukuran sedang digunakan sebagai batu pijakan (tobiishi,
arti harfiah batu loncatan) yang dipasang bersela-sela di jalan setapak.
(sumber, Rudy Dewanto)
MODEL DAN GAYA
1. Taman
gaya shinden-zukuri (shinden-zukuri teien) taman dibangun di halaman tengah
rumah kediaman bangsawan yang dibangun dengan gaya arsitektur shinden-zukuri.
2. Taman
gaya jōdo (jōdoshiki teien). Ciri khas taman ini adalah kolam yang ditanami
seroja. Tata letak taman dibuat menyerupai bentuk mandala dalam ajaran Jōdokyō.
3. Taman
batu Jepang (karesansui). Di taman batu Jepang, batu, kerikil, pasir dipakai
untuk menggambarkan air terjun dan pasir berwarna putih dihamparkan untuk
menggambarkan air mengalir. Air sama sekali tidak digunakan sebagai elemen
taman. Taman batu Jepang dibuat hanya untuk dilihat dari satu sudut pandang.
4. Taman
gaya shoin (shoinshiki teien). Merupakan gaya taman Jepang yang paling umum.
Taman dibangun menghadap atau mengelilingi shoin (bangunan atau ruangan besar
tempat menerima tamu). Ciri khas berupa batu-batu ukuran besar untuk
menggambarkan pemandangan gunung.
5. Taman
teh (chaniwa atau roji) adalah sebutan untuk taman kecil yang dilengkapi
jalan-jalan setapak yang dibangun di sekeliling rumah teh. Susunan batu pijakan
didesain untuk mengatur kecepatan langkah orang menuju ke rumah teh. Penempatan
tanaman dan batu ditentukan oleh masing-masing aliran upacara minum teh. Taman
model ini dilengkapi dengan wadah batu berisi air (tsukubai) dan lentera batu.
6. Taman
gaya kaiyū (kaiyūshiki teien atau shisen kaiyū). Merupakan perpaduan dari taman
gaya shoin dan taman teh. Ciri khasnya adalah ukuran taman yang besar dan
dilengkapi kolam dan batu-batu. Di dalam taman dibangun taman-taman teh
berukuran kecil yang tersebar di beberapa tempat dan dibangun jembatan-jembatan
untuk menghubungkan.
7. Taman
daimyo (daimyō niwa). Lahan datar di kota sekeliling istana dibuat sebagai
miniatur pemandangan terkenal di berbagai tempat di Cina dan Jepang. Di dalam
taman jenis ini hampir selalu dibangun kolam. Keindahan taman dinikmati orang
sambil berjalan di jalan-jalan setapak yang dibangun di dalam taman. (sumber :
Wikipedia dalam Rudy Dewanto)
Gb.
Taman Teh Jepang
Taman Islam
Gb. Taman Islam
Desain arsitektur taman islam
Taman
islam memiliki lay-out dalam simetri yang harmonis dengan bentuk geometris berujung delapan
octagons bintang, dan persegi panjang. Ini disusun sesuai dengan harmonis dan
simetris sehingga taman menjadi teratur dan memiliki pola geometris yang indah.
Ini mengungkapkan cita-cita keselarasan dan ketertiban dalam Islam. Adapun ciri
karakteristik khusus dari taman Islam ialah berusaha menciptakan sebuah taman
yang bersifat memberikan keindahan, kesejukan, keteduhan, keamanan,
keterbukaan, keragaman, keseimbangan , kemudahan dan kepatutan. Berdasarkan
ciri-ciri yang dikemukakan di atas maka dapat kita tarik suatu ‘benang merah’,
yaitu bahwa taman Islam sesungguhnya merupakan suatu taman yang bersifat
universal dan dibuat untuk memenuhi konsumsi panca indera sebagai kebutuhan
dasar setiap manusia.
Hal
yang membedakan taman Islam dari taman yang lainnya adalah adanya sifat
kepatutan yang ingin dimunculkan di dalam disain taman Islam. Sifat kepatutan
ini dapat diwujudkan dengan menghindari elemen-elemen yang menyimpang dari
ajaran Islam, seperti patung ataupun dengan menciptakan suatu taman yang
bersifat terbuka, yang memungkinkan dilakukannya pengawasan antar sesama.
Melalui hal ini diharapkan akan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
perbuatan-perbuatan yang bersifat negatif seperti kejahatan perampasan,
penodongan dan asusila.
Konsep taman islam
Adanya
elemen air di dalam taman,berupa kran-kran air yang berfungsi sebagai sarana
untuk benvudhu atau bersuci. Selain itu juga terdapat kran air khusus yang
berfungsi sebagai focalpoint pada taman utama, yang dapat memancar sewaktu – waktu.
Pembagian ruangan menggunakan pola simetris disesuaikan dengan kondisi tapak
yang ada. Penggunaan pola segi empat merupakan salah satu cara untuk memudahkan
orientasi arah, khususnya arah kiblat.
Pemberian
pilihan atau alternatif kepada para pengguna taman dilakukan dengan
disediakannya berbagai jenis tanaman buah dan obat-obatan, kran-kran air untuk
berwudhu dalam jumlah yang mencukupi, serta adanya akses masuk menuju mesjid
dari berbagai arah. Unsur warna dan aroma ditampilkan pada tapak dengan
penanaman tanaman yang Penanaman kelompok pohon peneduh sebagai pemberi naungan
yang bersifat fisik dan psikis.
Taman
Islam juga menjadi suatu simbol bagi keterbukaan, dimana taman berfungsi
sebagai open space (ruang terbuka). Perlu dihindarkan elemen-elemen taman yang
dapat melukai atau membahayakan keamanan pengguna tapak. Penanaman vegetasi
pada ruang penyangga menggunakan tanaman yang memiliki tajuk di atas pandangan
mata atau yang bersifat tembus pandang (tidak terlalu rapat). menghasilkan
aroma tertentu ataupun yang memiliki keragaman warna.
Jenis
tanaman dominan pada konsep taman Islam ini terutama dari jenis tanaman yang
memiliki sifat dapat memberikan naungan (peneduh), peredam kebisingan (bunyi)
dan tanaman produksi (buah dan obat-obatan) yang dapat dinikmati secara
langsung oleh pengguna tapak dan masyarakat sekitarnya
PEMBAHASAN
Lalu
bagaimanakah perpaduan antara taman Jepang dan taman Islam sebagai solusi
alternatif pemenuh kebutuhan RTH? Padahal dari segi keagamaan dan kultur
kebudayaan kedua karakter taman ini berbeda Jepang syarat dengan budaya agama
Budha-nya dan taman Islam jelas dengan budaya agama Islamnya. Disini penulis
tidak mutlak melihat perbedaan kebudayaan dari kedua agama itu, tetapi yang
dilihat adalah pengaturan dari kedua jenis taman tersebut. Taman Islam dengan
sifatnya yang simetris dan harmonis sehingga taman memiliki geometris yang
teratur, dengan ciri ini dapat diciptakan taman yang memberikan keindahan,
kesejukan, keteduhan, keamanan, keterbukaan, keragaman, keseimbangan ,
kemudahan dan kepatutan.
Dari
uraian tersebut saya berpendapat kalau taman islam diaplikasikan dalam penataan
ruang kota. Mulai dari keteraturan tata letak permukiman, gedung – gedung
(perkantoran swasta, lemabaga pemerintahan dan tempat – tempat umum, serta
RTH), keteraturan tata prasarana transportasi yang kemudian memiliki satu ujung
vocalpoint yang menjadi ciri khas kota tersebut.
Sedang
untuk taman Jepang yang bersifat asimetris dan naturalis diaplikasikan pada taman
– taman kotanya, taman di gedung – gedung perkantoran. Ambil saja kota Palembang sebagi contohnya.
Pada penataan ruang kota Palembang diterapkanlah konsep taman Islam. Hal yang
menonjol dari Palembang adalah jembatan Amperanya, nah jembatan inilah yang
dijadikan vocalpoint pada konsep tata ruang kota Palembang. Kemudian dibagian
kota Palembang yang lain dibuat vocalpoint – vocalpoint kecil yang mengarah
pada letak jembatan Ampera. Di daerah sekitar jembatan tersebutlah dibangun
sebuah taman kota yang cukup besar dengan menggunakan konsep taman Jepang. Karena
tata ruang yang digunakan adalah konsep taman islam maka akan tercipta taman
Jepang kembar (taman Jepang yang dibuat pada sisi kanan dan kiri dari sungai
dan kira kanan jalan).
Walau
konsepnya taman Jepang tapi tetap diisi nuansa keislamannya, dengan cara
dibuatnya mushalla kecil pada taman untuk beribadah para pengunjung. Kenapa
mushalla? Karena kebanyakkan penduduk Palembang adalah muslim dan beribadah 5
waktu dalam seharinya. Sehingga di taman ini muncullah perpaduan taman islam
dan taman Jepang dengan wujud taman Jepang bernuansa Islam.
Rancangan
secara kasarnya pada taman disekitar ampera berbentuk bulat dibagi empat bagian
oleh aliran air sungai dan jalan raya, jari – jari lingkaran 20 meter. Gaya
taman Jepang yang dipakai adalah taman gaya kaiyū. Dengan dibangunnya gazebo
besar untuk beristirahat para pengunjung dan gazebo – gazebo kecil sebagai
tempat pengunjung menikmati jajanan yang ada. Kemudian ada bangunan rumah
ibadah (mushallah). Penambahan jalan setapak dari batuan koral yang
menghubungkan antara gazebo dan fasilitas – fasilitas lain. Lalu ada juga jalan
yang lebih besar sebagai sarana transportasi keluar masuk pengunjung. Didalam
taman pengunjung dilarang menggunakkan kendaraan bermotor.
Kemudian
konsep tataruang kota yang lain yaitu pemusatan gedung perkantoran khusus
pemerintahan. Jadi, seluruh kantor pemerintahan ada dalam satu lingkup ruang.
Bentuk lahan yang digunakan adalah heksagonal dimana kantor – kantor tingkat
kota berada dipinggir kemudian ditengah – tengahnya ddiletakkan kantor
pemerintahan provinsi dengan perangkat – perangkatnya. Diantara gedung itulah
dibuat taman islam.
Dan
selanjutnya penerapan taman atap dapat diaplikasikan pada gedung – gedung dan
rumah besar yang tidak menyisakan lahan untuk halaman yang cukup untuk
dibuatnya taman disekitar gedung dan rumah tersebut. Penerapan taman atap ini
seperti pada taman atap di Osaka, Jepang.
a.
b.
Gb.
a. Mal Namba Park, Osaka, b. gedung dengan green roof
Vocalpoint
– vocalpoint kecil yang dimaksud adalah taman – taman kecil pada ruas – ruas
kota. seperti pertigaan atau taman – taman kecil di kota seperti KI dan hutan
lindung Puntik Kayu. Kemudian, pemanfaatan lahan rawa sebagai lahan pertanian
dan hutan lindung habitat rawa lebak.
Gb.
Ampera tampak atas saat ini
PENUTUP
Konsep tataruang kota untuk
pemenuhan kebutuhan RTH pada kota di Indonesia yang saya tuliskan ini baru
sebuah pendapat dengan data – data yang didapat tanpa terjun langsung ke
lapangan namun dari internet belaka. Yang kemudian dipadukan dengan pengetahuan
yang saya ketahui dari kedua bentuk taman tersebut. Taman ini pada dasarnya
saya tulis untuk memenuhi kebutuhan RTH yang seharusnya minimal mencapai 30%
dari luas wilayah kota. Dengan alternatif pemusatan gedung pemerintahan dan
pembuatan publick center (berupa
taman), selain itu pembuatan vocalpoint – vocalpoint kecil pada setiap ruas
kota dimaksudkan agar luas RTH dapat dipenuhi tanpa mengganggu aktivitas
masyarakat kota dan tetap menjaga kebersihan udara.
DAFTAR PUSTAKA
Yanuar. 2011. Ruang Terbuka Hijau.
(online) (http://unikonservasifauna.org/2011/02/ruang-terbuka-hijau/). Diakses,
26 Desember 2011.
Dewanto, Rudy. 2010. Taman Jepang.
(on-line) (http://www.rudydewanto.com/2010/04/taman-jepang.html). Diakses, 26
desembar 2011.
NB : maaf tulisan ini belum direvisi ulang, baru ditulis saat ada tugas sehingga kesannya memaksakan dlm ide2nya.
Kunci keberhasilan adalah menanamkan kebiasaan sepanjang hidup Anda untuk melakukan hal - hal yang Anda takuti.
BalasHapustetap semangat tinggi untuk jalani hari ini ya gan ! ditunggu kunjungannya :D
^_^
BalasHapusterima kasih atas komentarnya